mandapa za

mandapa za

Rabu, 06 Agustus 2014

Keutamaan Ratib Al-Haddad

Keutamaan Ratib Al-Haddad
Makna Ratib
Perkataan Ratib mempunyai banyak arti, Ratib yang dimaksud disini berasal dari perkataan رَتَّبَ yang artinya mengatur atau menyusun. Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur dengan rapinya. Ratib Al-Athos terdiri dari dzikir, ayat-ayat Al-Qur’an dan do’a-do’a yang telah disusun oleh Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Athos yang dibaca juga pada waktu-waktu tertentu seperti Sembahyang sunnah Rawatib yang merupakan diantara sembahyang-sembahyang sunnah yang diamalkan pada waktu yang tertentu oleh Nabi Muhammad SAW.
Istilah Ratib digunakan kebanyakan di negeri Hadhramaut dalam menyebut zikir-zikir yang biasanya pendek dengan bilangan zikir yang sedikit (seperti 3, 7, 10, 11 dan 40 kali), senang diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu tertentu yaitu sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam. Diantaranya ada Ratib Al-Haddad, Ratib Alaydrus, Ratib Al-Muhdhor, dan lain-lain.


Cerita-cerita yang dikumpulkan mengenai kelebihan Ratib Al-Haddad banyak tercatat dalam buku Syarah Ratib Al-Haddad, antaranya:

Seorang yang mencintai keturunan Sayyid, berkata: “Suatu ketika saya berangkat dari negeri Ahsa’i menuju ke Hufuf. Di perjalanan itu saya melihat kaum Badwi yang biasanya merampas hak orang yang melintasi perjalanan itu. Saya pun berhenti dan duduk, di mana tempat itu pula saya gariskan tanahnya mengelilingiku dan saya duduk di tengah-tengahnya membaca Ratib ini. Dengan kuasa Allah mereka telah berlalu di hadapanku seperti orang yang tidak melihat apa-apa, sedang aku melihat mereka.”

Apa yang diberitakan oleh seorang Arif Billah Abdul Wahid bin Subait Az-Zarafi, katanya: Ada seorang penguasa yang kejam yang dikenal dengan nama Tahmas yang juga dikenal dengan nama Nadir Syah. Tahmas ini adalah seorang penguasa ajam yang telah menguasai banyak dari negeri-negeri di sekitarannya. Dia telah menyiapkan tentaranya untuk memerangi negeri Aughan.
Sultan Aughan yang bernama Sulaiman mengutus seseorang kepada Imam Habib Abdullah Haddad memberitahunya, bahwa Tahmas sedang menyiapkan tentera untuk menyerangnya. Maka Habib Abdullah Haddad mengirim Ratib ini dan menyuruh Sultan Sulaiman dan rakyatnya membacanya. Sultan Sulaiman pun mengamalkan bacaan Ratib ini dan memerintahkan tentaranya dan sekalian rakyatnya untuk membaca Ratib ini dengan bertitah: “Kita tidak akan dapat dikuasai Tahmas kerana kita mempunyai benteng yang kuat, yaitu Ratib Haddad ini.” Benarlah apa yang dikatakan Sultan Sulaiman itu, bahwa negerinya terlepas dari penyerangan Tahmas dan terselamat dari angkara murka penguasa yang kejam itu dengan berkah Ratib Haddad ini.

Suatu pengalaman lagi dari Sayyid Awadh Barakat Asy-Syathiri Ba’alawi ketika dia belayar dengan kapal, lalu kapal itu telah tersesat jalan sehingga membawanya terkandas di pinggir sebuah batu karang. Ketika itu angin juga macet tidak dapat menggerakkan kapal itu keluar dari bahaya. Kami sekalian merasa bimbang, lalu kami membaca Ratib ini dengan niat Alloh akan menyelamatkan kami. Maka dengan kuasa Allah SWT datanglah angin dan menarik kami keluar dari tempat itu menuju ke tempat tujuan kami.
Maka kerana itu saya amalkan membaca Ratib ini. Pada suatu malam saya tertidur sebelum membacanya, lalu saya bermimpi Habib Abdullah Al- Haddad datang mengingatkanku supaya membaca Ratib ini, dan saya pun tersadar dari tidur dan terus membaca Ratib Haddad itu.

Di antaranya lagi, apa yang diberitakan oleh Sayyid Ali bin Hassan, penduduk Mirbath, katanya: “Sekali peristiwa aku tertidur sebelum aku membaca Ratib, aku lalu bermimpi datang kepadaku seorang Malaikat mengatakan kepadaku: “Setiap malam kami para Malaikat berkhidmat buatmu begini dan begitu dari bermacam-macam kebaikan, tetapi pada malam ini kami tidak membuat apa-apa pun karena engkau tidak membaca Ratib. Aku kemudian terjaga dari tidur lalu membaca Ratib Haddad itu dengan serta-merta.

Setengah kaum Sayyid bercerita tentang pengalamannya: “Jika aku tertidur ketika aku belum menyelesaikan  bacaan Ratib Hadad, aku bermimpi melihat berbagai-bagai hal yang mengherankan, tetapi jika sudah menghabiskan bacaannya, tidak bermimpi apa-apa pun.”

Di antara yang diberitakan lagi, bahawa seorang pecinta kaum Sayyid, Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad Mughairiban yang tinggal di negeri Shai’ar, dia bercerita: “Dari adat kebiasaan Sidi Habib Zainul Abidin bin Ali bin Sidi Abdullah Haddad yang selalu aku berkhidmat kepadanya, yaitu dia tidak pernah sekalipun meninggalkan bacaan Ratib ini. Tiba-tiba suatu malam kami tertidur pada awal waktu Isya’, kami tidak membaca Ratib dan tidak bersembahyang Isya’, semua orang termasuk Sidi Habib Zainul Abidin. Kami tidak sadarkan diri melainkan di waktu pagi, di mana kami dapati sebagian rumah kami terbakar. Kini tahulah kami bahwa semua itu berlaku karena tidak membaca Ratib ini. Sebab itu kemudian kami tidak pernah meninggalkan bacaannya lagi, dan apabila sudah membacanya kami merasa tenteram, tiada sesuatupun yang akan membahayakan kami, dan kami tidak bimbang lagi terhadap rumah kami, meskipun ia terbuat dari dedaunan korma, dan bila kami tidak membacanya, hati kami tidak tenteram dan selalu kebimbangan.”

Saya rasa cukup dengan beberapa cerita yang saya sampaikan di sini mengenai kelebihan Ratib ini dan anda sendiri dapat meneliti , sehingga Sidi Habib Muhammad bin Zain bin Semait sendiri pernah mengatakan dalam bukunya Ghayatul Qasd Wal Murad, bahawa roh Saiyidina penyusun Ratib ini akan hadir apabila dibaca Ratib ini, dan di sana ada lagi rahasia-rahasia kebatinan yang lain yang dapat dicapai ketika membacanya dan ini adalah mujarab dan benar-benar mujarab, tidak perlu diragukan lagi.

Berkata Habib Alwi bin Ahmad, penulis Syarah Ratib Al-Haddad: “Siapa yang melarang orang membaca Ratib ini dan juga wirid-wirid para salihin, niscaya dia akan ditimpa bencana yang berat daripada Allah Ta’ala, dan hal ini pernah berlaku dan bukan omong kosong.”

Berkata Sidi Habib Muhammad bin Zain bin Semait Ba’alawi di dalam kitabnya Ghayatul Qasd Wal Murad: Telah berkata Saiyidina Habib Abdullah Haddad: “Siapa yang menentang atau membangkang orang yang membaca Ratib kami ini dengan secara terang-terangan atau disembunyikan pembangkangannya itu akan mendapat bencana seperti yang ditimpa ke atas orang-orang yang membelakangi zikir dan wirid atau yang lalai hati mereka dari berzikir kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingatiKu, maka baginya akan ditakdirkan hidup yang sempit.” ( Thaha: 124 )

Senin, 04 Agustus 2014

KHITAN


بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم
1. Sejarah Khitan
Khitan sudah dilakukan orang sejak ribuan tahun yang lalu. Dan riwayat yang paling kuat menunjukkan bahwa khitan itu pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, sebagaimana riwayat berikut :

عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اخْتَتَنَ اِبْرَاهِيْمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ بَعْدَ ثَمَانِيْنَ سَنَةً وَاخْتَتَنَ بِالْقَدُوْمِ. البخارى 7: 143
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Nabi Ibrahim AS berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun dan beliau khitan dengan menggunakan kampak”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 143]

عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اخْتَتَنَ اِبْرَاهِيْمُ النَّبِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَ هُوَ ابْنُ ثَمَانِيْنَ سَنَةً بِالْقَدُوْمِ. مسلم 4: 1839
Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda, "Nabi Ibrahim 'AS berkhitan saat beliau berusia delapan puluh tahun dengan menggunakan kampak". [HR. Muslim juz 4, hal. 1839]
Keterangan :
  • Kalau dibaca bilqoduum, artinya “dengan kampak”, tetapi kalau dibaca bilqodduum, artinya “di kota Qoddum”, di daerah Syam.
  • Mulai saat itulah khitan telah menjadi syari’at (peraturan) pada ummat Nabi Ibrahim dan keturunannya. Nabi Muhammad SAW meneruskan syari’at itu untuk dilaksanakan oleh ummatnya.
  • Telah kita ketahui bahwa pokok-pokok ajaran yang telah disampaikan Allah kepada Nabi Ibrahim AS pada umumnya diteruskan dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, sehingga menjadi ajaran Islam.
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT telah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan firman-Nya :

ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرهِيْمَ حَنِيْفًا. وَمَا كَانَ مِنَ اْلمُشْرِكِيْنَ. النحل:123
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah”. [QS. An-Nahl : 123]
Dari perintah Allah tersebut maka banyak kita ketahui ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk ummatnya (ummat Islam), seperti ibadah hajji, qurban dan termasuk khitan, meneruskan apa yang telah disyari’atkan kepada Nabi Ibrahim AS.
2. Anjuran untuk berkhitan

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ، اَلْخِتَانُ وَ اْلاِسْتِحْدَادُ وَ نَتْفُ اْلاِبْطِ وَ قَصُّ الشَّارِبِ وَ تَقْلِيْمُ اْلاَظْفَارِ. البخارى 7: 143
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, :Fithrah itu ada lima : 1. Khitan, 2. Mencukur rambut kemaluan, 3. Mencabut bulu ketiak, 4. Memotong kumis, dan 5. Memotong kuku”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 143]

عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: الْفِطْرَةُ خَمْسٌ اَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ، اْلخِتَانُ وَ اْلاِسْتِحْدَادُ وَ تَقْلِيْمُ اْلاَظْفَارِ وَ نَتْفُ اْلاِبِطِ وَ قَصُّ الشَّارِبِ. مسلم 1: 221
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Fithrah itu ada lima, atau lima hal termasuk fithrah, yaitu : 1. khitan, 2. mencukur bulu kemaluan, 3. memotong kuku, 4. mencabut bulu ketiak, dan 5. Memotong kumis”. [HR. Muslim juz 1, hal. 221]

Keterangan :
Fithrah, bisa berarti sunnah, kebiasaan yang dilakukan oleh para Nabi, dan bisa pula berarti Ad-Diin (agama).

عَنْ عُثَيْمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّهُ جَاءَ اِلَى النَّبِيّ ص فَقَالَ: قَدْ اَسْلَمْتُ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ص: اَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ. يَقُوْلُ احْلِقْ. قَالَ: وَ اَخْبَرَنِي آخَرُ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ ِلآخَرَ مَعَهُ: اَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَ اخْتَتِنْ. ابو داود 1: 98، رقم: 356
Dari 'Utsaim bin Kulaib dari Ayahnya dari kakeknya bahwasanya dia pernah datang kepada Nabi SAW seraya berkata; Saya masuk Islam. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, "Buanglah rambut kafirmu". Maksudnya, "Cukurlah". Dan (ayahnya ‘Utsaim) berkata : Shahabat yang lain telah mengkhabarkan kepadaku bahwasanya Nabi SAW bersabda kepada orang lain yang bersamanya, "Cukurlah rambut kafirmu dan berkhitanlah". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 98, no. 356]
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena sanadnya munqathi’ sedangkan ‘Utsaim dan ayahnya adalah majhul. Demikian dikatakan oleh Ibnul Qaththan, dalam Talkhiishul Habiir juz 4, hal. 223, no. 1806. Dan ‘Abdaan berkata : ‘Utsaim adalah putranya Katsiir, sedangkan Katsiir putranya Kulaib, Kulaib adalah seorang shahabat.

3. Definisi Khitan
Khitan menurut bahasa artinya “yang dipotong”. Asal katanya : Khotana – yakhtinu – khotnan, artinya “memotong”. Adapun menurut ‘ulama fiqh, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi sebagai berikut :

اَلْخِتَانُ هُوَ فِى الذَّكَرِ قَطْعُ جَمِيْعِ اْلجِلْدَةِ الَّتِى تُغَطّى اْلحَشَفَةَ حَتَّى تَنْكَشِفَ جَمِيْعُ اْلحَشَفَةِ، وَ فِى اْلاُنْثَى قَطْعُ اَدْنَى جُزْءٍ مِنَ اْلجِلْدَةِ الَّتِى فِى اَعْلاَ اْلفَرْجِ.
Khitan bagi laki-laki ialah memotong semua kulit yang menutupi kepala dzakar, sehingga terbuka kepala dzakar seluruhnya. Sedangkan bagi wanita ialah memotong sedikit bagian berupa kulit yang berada di atas lubang kemaluan (yang menutup kelenthit). [Diambil dari Syarah Muslim oleh Imam Nawawiy]
4. Waktunya berkhitan
Tidak ada ketentuan dalam agama umur berapa anak harus dikhitan. Ada beberapa riwayat sebagai berikut :

عَنْ عُثَيْمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّهُ جَاءَ اِلَى النَّبِيّ ص فَقَالَ: قَدْ اَسْلَمْتُ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ص: اَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ. يَقُوْلُ احْلِقْ. قَالَ: وَ اَخْبَرَنِي آخَرُ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ ِلآخَرَ مَعَهُ: اَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَ اخْتَتِنْ. ابو داود 1: 98، رقم: 356
Dari 'Utsaim bin Kulaib dari Ayahnya dari kakeknya bahwasanya dia pernah datang kepada Nabi SAW seraya berkata; Saya masuk Islam. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, "Buanglah rambut kafirmu". Maksudnya, "Cukurlah". Dan (ayahnya ‘Utsaim) berkata : Shahabat yang lain telah mengkhabarkan kepadaku bahwasanya Nabi SAW bersabda kepada orang lain yang bersamanya, "Cukurlah rambut kafirmu dan berkhitanlah". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 98, no. 356]

اِنَّ النَّبِيَّ ص خَتَنَ اْلحَسَنَ وَ اْلحُسَيْنَ يَوْمَ السَّابِعِ مِنْ وِلاَدَتِهِمَا.
Sesungguhnya Nabi SAW mengkhitan Hasan dan Husein pada hari ketujuh dari kelahirannya. [HR. Hakim dan Baihaqi, dari ‘Aisyah, dalam Talkhiishul Habiir juz 4, hal. 226, no. 1808]

Keterangan :
Kami telah merunut pada kitab Mustadrak Al-Hakim, dan pada kitab Sunanul Kubra. Baihaqiy yang dari riwayat ‘Aisyah, tidak kami dapatkan kata-kata “Nabi SAW mengkhitan Hasan dan Husein pada hari ketujuh”. Walloohu a’lam.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: عَقَّ رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ اْلحَسَنِ وَ اْلحُسَيْنِ وَ خَتَنَهُمَا لِسَبْعَةِ اَيَّامٍ. البيهقى 8: 324
Dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah SAW mengaqiqahi Hasan dan Husein dan mengkhitan keduanya pada hari ketujuh”. [HR. Baihaqiy juz 8, hal. 324]
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Muhammad bin Mutawakkil, yang dilemahkan oleh Al-Albaniy di dalam Al-Irwaa’ul Ghaliil juz 4, hal. 383]

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ: مِثْلُ مَنْ اَنْتَ حِيْنَ قُبِضَ النَّبِيُّ ص؟ قَالَ: اَنَا يَوْمَئِذٍ مَخْتُوْنٌ. قَالَ: وَ كَانُوْا لاَ يَخْتِنُوْنَ الرَّجُلَ حَتَّى يُدْرِكَ. البخارى 7: 144
Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata : Ibnu ‘Abbas ditanya, “Seperti siapakah engkau ketika Nabi SAW wafat ?”. Ia menjawab, “Saya pada waktu itu telah dikhitan. (Ibnu ‘Abbas) berkata : Dan mereka (para shahabat) tidak mengkhitan anak laki-laki melainkan setelah baligh”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 144]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قُبِضَ النَّبِيُّ ص وَ اَنَا خَتِيْنٌ. البخارى 7: 144
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Ketika Nabi SAW wafat, saya sudah dikhitan. [HR. Bukhari juz 7, hal. 144]

5. Hukumnya Khitan
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum Khitan.
  • Ada yang berpendapat bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki maupun perempuan.
  • Ada yang berpendapat bahwa khitan itu sunnah, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
  • Ada yang berpendapat bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki, tetapi tidak wajib bagi perempuan.
6. Tentang Khitan bagi wanita
Tentang Khitan bagi wanita ini terjadi berbedaan pendapat dalam memahami dalil-dalil yang ada. Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita juga harus berkhitan. Adapun dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut :

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ، اَلْخِتَانُ وَ اْلاِسْتِحْدَادُ وَ نَتْفُ اْلاِبْطِ وَ قَصُّ الشَّارِبِ وَ تَقْلِيْمُ اْلاَظْفَارِ. البخارى 7: 143
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, :Fithrah itu ada lima : 1. Khitan, 2. Mencukur rambut kemaluan, 3. Mencabut bulu ketiak, 4. Memotong kumis, dan 5. Memotong kuku”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 143]

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: اِذَا جَاوَزَ اْلخِتَانُ اْلخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ، فَعَلْتُهُ اَنَا وَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَاغْتَسَلْنَا. الترمذى 1: 72، رقم: 108
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Apabila khitan bertemu khitan, maka sungguh telah wajib mandi. Aku telah melakukannya dengan Rasulullah SAW, maka kami mandi”. [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 72, no. 108]

Keterangan :
Dari hadits ini mereka memahami bahwa wanita juga harus berkhitan, karena disebutkan “apabila khitan bertemu khitan”. Dan hadits “khomsun minal fihtrah” itu difahami sebagai dalil umum, bagi laki-laki maupun wanita.
Dan juga berdasar hadits-hadits sebagai berikut :

عَنْ اَبِي اْلمَلِيْحِ بْنِ اُسَامَةَ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اْلخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرّجَالِ مَكْرُمَةٌ لِلنّسَاءِ. احمد: 7: 381، رقم: 20744
Dari Abul Malih bin usamah dari ayahnya, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Khitan itu sunnah bagi kaum laki-laki dan kemuliaan bagi kaum wanita”. [HR. Ahmad juz 7, hal. 381, no. 20744]
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Al-Hajjaj bin Arthah, ia seorang mudallis.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اَلْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرّجَالِ وَ مَكْرُمَةٌ لِلنّسَاءِ. الطبرانى فى الكبير 11: 186، رقم: 11590
Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Khitan itu sunnah bagi kaum laki-laki dan kemuliaan bagi kaum wanita”. [HR. Thabrani, dalam Al-Kabir, juz 11, hal. 186, no. 1159]

Keterangan :
Hadits riwayat Thabrani ini juga diriwayatkan oleh Baihaqi di dalam Sunanul Kubra juz 8, hal. 824, dan ia berkata, “Haadzaa isnaadun dla’iifun (ini sanad yang lemah), yang benar hadits tersebut adalah mauquf.

عَنْ اُمِ عَطِيَّةَ اْلاَنْصَارِيَّةِ اَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ تَخْتِنُ بِاْلمَدِيْنَةِ فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ ص: لاَ تُنْهِكِيْ فَاِنَّ ذلِكِ اَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَ اَحَبُّ اِلَى الْبَعْلِ. ابو داود 4: 368، رقم: 5271
Dari Ummu ‘Athiyah Al-Anshariyah, bahwasanya ada seorang wanita yang biasa mengkhitan di Madinah, maka Nabi SAW bersabda kepadanya, “Jangan kamu habiskan, karena yang demikian itu lebih menyenangkan bagi wanita dan lebih disukai oleh suami”. [HR.Abu Dawud juz 4, hal. 368, no. 5271]
Keterangan :
Hadits ini dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Muhammad bin Hassan, ia majhul.

عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: كَانَتْ بِاْلمَدِيْنَةِ امْرَأَةٌ تَخْفِضُ النّسَاءَ يُقَالُ لَهَا اُمُّ عَطِيَّةَ. فَقَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص: اخْفِضِى وَلاَ تُنْهِكِى فَإِنَّهُ اَنْضَرُ لِلْوَجْهِ وَ اَحْظَى عِنْدَ الزَّوْجِ. الحاكم 3: 603، رقم: 6236
Dari Dlahhak bin Qais, ia berkata : Dahulu di Madinah ada seorang wanita yang biasa mengkhitan anak-anak perempuan, ia bernama Ummu ‘Athiyah. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Khitanlah, dan jangan kamu habiskan, karena yang demikian itu lebih mencerahkan wajah, dan lebih menyenangkan suami”. [HR. Hakim juz 3, hal. 603, no. 6236]

Keterangan :
Hadits ini dalam sanadnya ada seorang rawi bernama ‘Abdul Maalik bin ‘Umair yang masih diperselisihkan,

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَفَعَهُ: يَا نِسَاءَ اْلاَنْصَارِ، اِخْتَضِبْنَ غَمْسًا وَ احْفِضْنَ وَ لاَ تُنْهِكْنَ فَاِنَّهُ اَحْظَى عِنْدَ اَزْوَاجِكُنَّ وَ اِيَّاكُنَّ وَ كُفْرَانَ النّعَمِ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia mengatakannya dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Hai para wanita Anshar, pakailah pewarna kuku yang merata dan berkhitanlah, dan janganlah kalian habiskan, karena yang demikian itu lebih menyenangkan suami-suami kalian, dan hati-hatilah kalian dari mengkufuri ni’mat”. [HR. Al-Bazzaar dari Ibnu ‘Adiy, dalam Takhiishul Habiir juz 4, hal. 225]

Keterangan :
  • Hadits ini dla’if, karena dalam sanadnya Al-Bazzar ada perawi bernama Mandil bin ‘Aliy, ia dla’if. Dan dalam sanadnya Ibnu ‘Adiy ada perawi bernama Khalid bin ‘Amr al-Qurasyiy, ia lebih dla’if dari pada Mandil. [Talkhiisul Habiir juz 4, hal. 225]
  • Sebagian ‘ulama memahami bahwa khitan itu khusus untuk laki-laki, sedangkan untuk wanita tidak ada hadits yang shahih dan sharih (secara tegas) yang menyuruh wanita untuk berkhitan.
  • Adapun hadits tentang “apabila khitan bertemu khitan maka wajib mandi”, itu tidak mesti menunjukkan bahwa wanita itu berkhitan. Tetapi maksud hadits itu “apabila kemaluan laki-laki bertemu kemaluan wanita (bersetubuh), maka wajib mandi”. Walloohu a’lam.
7. Tentang walimah Khitan
Kami tidak menemukan hadits Nabi SAW yang shahih yang membahas tentang walimah khitan. Hanya, ada riwayat yang dla’if sebagai berikut :

عَنِ اْلحَسَنِ قَالَ: دُعِيَ عُثْمَانُ بْنُ اَبِى اْلعَاصِ اِلَى خِتَانٍ فَاَبَى اَنْ يُجِيْبَ فَقِيْلَ لَهُ، فَقَالَ: اِنَّا كُنَّا لاَ نَأْتِى اْلخِتَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ لاَ نُدْعَى لَهُ. احمد 6: 270، رقم: 17928
Dari Al-Hasan, ia berkata : ‘Utsman bin Abul ‘Ash pernah diundang untuk mendatangi acara khitan, lalu ia menolak menghadirinya. Kemudian dia ditanya, maka ia menjawab, “Sesungguhnya kami di masa Rasulullah SAW tidak pernah mendatangi acara khitan dan tidak pernah ada undangan untuk itu”. [HR. Ahmad juz 6, hal. 270, no. 17928]
Keterangan :
Riwayat ini dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Ibnu Ishaaq, yaitu Muhammad, ia mudallis.
Walloohu ‘alam.

سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْكَ

Minggu, 03 Agustus 2014

PENYUSUN RATIB AL-HADDAD ( HABIB ABDDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD )


Riwayat hidup Penyusun Ratib al-haddad
Beliau adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad Shahibu Marbath bin Ali Khali` Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja`far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah az-Zahra binti Rasulillah saw.
Nama penyusun Ratib al-Haddad ini sudah akrab di telinga masyarakat Islam Indonesia, Malaysia, India, Pakistan dan negara-negara Islam di Timur Tengah. Beliau dikenal karena karya tulis serta wirid-wirid dan dzikir-dzikir yang disusunnya sekitar empat abad yang lalu, sudah diamalkan oleh masyarakat Islam secara luas.
Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dilahirkan pada tanggal 5 Shafar 1044 H, di pinggiran kota Tarim yang bernama Subair. Dalam kitab Tastbitul Fuad disebutkan bahwa ketika beliau dilahirkan, salah seorang wanita tetangganya membungkus beliau dengan pakaian ayahnya. Di malam itu, habib Abdullah tidak berhenti menangis dan menjerit-jerit hingga pagi hari. Ibunya kemudian memerintahkan kepada salah seorang wanita yang berada di rumahnya untuk memeriksa Habib Abdullah. Wanita tersebut kemudian membuka pakaian yang membungkus Habib Abdullah. Ternyata, di dalam pakaian yang membungkus Habib Abdullah terdapat seekor kalajengking besar yang telah menyengat badan Habib Abdullah .
Ayahnya, Habib Alwi bin Muhammad adalah seorang yang shalih dari keturunan orang-orang yang shalih. Dimasa mudanya, beliau sempat berkunjung ke kediaman Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi Shahibusy Syi`ib untuk meminta doa. Habib Ahmad berkata kepadanya, “..anak-anakmu adalah anak-anakku juga, mereka diberkahi Allah.” Saat itu Habib Alwi tidak mengerti akan maksud ucapan Habib Ahmad. Namun, setelah menikahi Salma, cucu dari Habib Ahmad, beliau baru sadar bahwa doa Habib Ahmad adalah sebuah isyarat perkawinannya.
Sebagaimana Habib Alwi, Salma juga merupakan seorang wanita yang shalihah dari keturunan orang-orang yang shalih pula. Dari istrinya inilah Habib Alwi mendapat putra-putri yang baik dan shalih pula, diantaranya adalah Habib Abdullah.
Masa Kecil Habib Abdullah
Ketika Habib Abdullah berusia 4 tahun, beliau terserang penyakit cacar yang begitu hebatnya hingga membutakan kedua matanya. Namun, musibah ini sama sekali tidak mengurangi semangatnya dalam menuntut ilmu. Ia berhasil menghafal al-Qur`an dan menguasai berbagai ilmu agama ketika usianya masih kanak-kanak. Rupanya Allah swt berkenan menggantikan pengelihatan lahirnya dengan pengelihatan batin, sehingga kemampuan menghafal dan daya pemahamannya sangat mengagumkan.
Sejak kecil Habib Abdullah gemar melakukan ibadah dan riyadhah. Kegemarannya ini seringkali menjadikan nenek dan orang tuanya merasa tidak tega melihat putranya yang cacat melakukan berbagai ibadah dan riyadhah. Mereka menasehati Habib Abdullah agar berhenti menyiksa dirinya. Demi menjaga perasaan kedua orang tuanya, Habib Abdullah pun mengurangi ibadah dan riyadhah yang sebenarnya amat ia gemari.
Beliau tumbuh dewasa di kota Tarim, Bekas-bekas cacarnya pun tidak tampak lagi diwajahnya. Beliau berperawakan tinggi, berdada bidang, berkulit putih dan berwibawa. Tutur bahasanya menarik, sarat dengan mutiara ilmu dan nasehat berharga.
Kegemaran Habib Abdullah
Dalam Menuntut Ilmu Dan Berdakwah
Beliau sangat gemar menuntut ilmu. Kegemarannya ini membuatnya seringkali melakukan perjalanan berkeliling ke berbagai kota (di Hadhramaut) untuk menjumpai kaum shalihin, menuntut ilmu dan mengambil berkah dari mereka.
Beliau berguru dengan lebih dari seratus ulama, diantaranya adalah :
1. al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Aththas
2. al-Habib Aqil bin Abdurrahman as-Saqqaf
3. al-Habib Abdurrahman bin Syaikh Aidid
4. al-Habib Abu Bakar bin Abdurrahman bin Syihabuddin
5. al-Habib Sahl bin Ahmad Bahsin al-Hadi Ba Alawi
6. al Habib Muhammad bin Alwi as-Saqqaf
dan masih banyak lagi.
Dari guru-gurunya itulah ia banyak berpengaruh hingga menekuni tasawwuf sampai ia menyusun Ratib al-Haddad (wirid-wirid perisai diri, keluarga dan harta) yang terkenal ini. Dan dari guru-gurunya tersebut dengan kajiannya yang mendalam diberbagai ilmu keislaman menjadikannya benar-benar menjadi orang yang `alim, menguasai seluk-beluk syari`at dan hakikat, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi dalam tasawwuf hingga memperoleh tingkat al-Qutub al-Ghauts, seorang dai yang menyampaikan ajaran-ajaran islam dengan sangat mengesankan dan sebagai seorang penulis yang produktif yang karya-karyanya tetap dipelajari orang sampai saat ini.
Selain giat dalam menuntut ilmu, Habib Abdullah juga salah seorang dai yang gemar berdakwah. Banyak dari para penuntut ilmu yang datang berguru kepadanya. Keaktifannya dalam berdakwah menjadikannya digelari Quthbid Dakwah wal Irsyad.
Diantara murid-murid beliau adalah :
1. al-Habib Hasan bin Abdullah al-Haddad (putra beliau)
2. al-Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi
3. al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih
4. al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith
5. al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman as-Saqqaf
6. al-Habib Muhammad bin Umar bin Thaha ash-Shafi as-Saqqaf
dan masih banyak lagi.
Ibadah Habib Abdullah
Pada masa permulaannya, setiap malam beliau mengunjungi seluruh masjid dikota Tarim untuk beribadah. Salah seorang yang tinggal berdampingan dengan masjid tempat beliau biasa shalat mengatakan, “Setiap malam ketika penduduk kota ini lelap dalam tidurnya, aku selalu mendapati beliau berjalan ke masjid.” Sahabat beliau menceritakan, “Suatu hari aku berziarah bersama beliau ke makam Nabi Allah Hud as, malam itu seekor kalajengking menyengatku sehingga aku terjaga semalaman. Aku amati beliau malam itu tidak tidur, asyik beribadah sepanjang malam. Waktu kutanyakan hal itu, beliau menjawab bahwa telah tiga puluh tahun lamanya beliau berbuat demikian.”
Meskipun amat gemar beribadah, beliau tidak suka menceritakan atau memperlihatkan amalnya, kecuali bila keadaan sangat memaksa dan ia ingin agar amal shalihnya itu diteladani. Beliau berkata, “Aku sengaja tidak memperlihatkan amal ibadahku, meskipun “Alhamdulilah” aku tidak khawatir terkena riya`, akantetapi sebagaimana dikatakan oleh Nabi Yusuf as, “..aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena nafsu itu selalu mengajak berbuat kejahatan.”
Budi Pekerti Habib Abdullah
Beliau tidak menyukai kemasyhuran atau kemegahan, dan tidak suka dipuji. Beliau berkata, “Banyak orang membuat syair-syair untuk memujiku, sesungguhnya aku hendak mencegah mereka, tapi aku khawatir tidak ikhlas dalam berbuat demikian, sehingga kubiarkan mereka berbuat sekehendaknya. Dalam hal ini aku lebih suka meneladani Rasulullah saw, karena beliaupun tidak melarang ketika para sahabatnya membacakan syair-syair pujian kepadanya.”
Suatu hari beliau berkata kepada orang yang melantunkan syair pujian untuknya, “Aku tidak keberatan dengan semua pujian ini, yang ada padaku telah kucurahkan kedalam samudera Muhammad saw, sebab beliau adalah sumber keutamaan, dan beliaulah yang berhak menerima semua pujian, jadi bila sepeninggal beliau ada manusia yang layak dipuji, maka sesungguhnya pujian itu kembali kepadanya. Adapun setan, ia adalah sumber segala keburukan dan kehinaan, karena itu setiap kecaman dan celaan terhadap keburukan akan terpulang kepadanya, sebab setanlah penyebab pertama terjadinya keburukan dan kehinaan.”
Beliau tidak pernah bergantung pada makhluk dan selalu mencukupkan diri hanya dengan Allah swt. Beliau berkata, “Dalam segala hal aku selalu mencukupkan diri dengan kemurahan dan karunia Allah, aku selalu menerima nafkah dari khazanah kedermawanan-Nya.” Beliau juga berkata, “Aku tidak pernah melihat ada yang benar-benar memberi selain Allah swt. Jika ada seseorang memberiku sesuatu, kebaikannya itu tidak meninggikan kedudukannya disisiku, karena aku menganggap orang itu hanyalah perantara saja.” Beliau selalu bersungguh-sungguh dalam beribadah serta mengamalkan ilmu yang dimilikinya.
Disamping kesibukan beliau beribadah, dan berdakwah, beliau juga memelihara perkebunan dan ayam, yang mana dari hasil perkebunan dan ayam tersebut beliau gunakan untuk membantu faqir miskin, anak-anak yatim, janda, penuntut ilmu, dan orang-orang yang tidak mampu. Habib Abdullah juga mengetahui tentang ilmu pertanian, bahkan sering kali ia duduk bersama petani-petani untuk mengajarkan ilmu-ilmu pertanian.
Karya tulis Habib Abdullah
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berdakwah, Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad juga dikenal sebagai salah seorang penulis yang produktif. Keindahan susunan bahasa serta mutiara-mutiara nasehat yang terdapat dalam karya-karyanya, menunjukkan akan keahlian beliau dalam berbagai ilmu agama. Bukan hanya kaum awam saja yang membaca dan menggemarinya, akantetapi sebagian ulama pun menjadikannya sebagai pegangan dalam berdakwah.
Diantaranya adalah :
1. an-Nashaih ad-Diniyyah
2. ad-Dakwatut Taammah wa Tadzkiratul `Aammah
3. Risalatul Mu`awanah wal muzhaharah wal Mu`azarah
4. al-Fushulul Ilmiyyah
5. Sabilu Iddikar
6. Risalatu Mudzkarah
7. Risalatu Adab Sulukul Murid
8. Kitabul Hikam
9. an-Nafaisul Uluwiyyah
10. Ithafus Sail Bijawabil Masail
Selain itu, terdapat ucapan dan ajaran-ajarannya yang sempat dicatat oleh murid-murid dan para pecintanya, antara lain :
1. al-Mukatabat (kumpulan surat menyurat)
2. Ghayatul Qashad wal Murad oleh
3. Tatsbitul Fuad
Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan spiritualitas yang tinggi pada kesufian Habib Abdullah. Dapat dilihat dari karya-karyanya tersebut betapa sejuk dan indahnya bertasawwuf. Tasawwuf bagi Habib Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan dzikir, suatu jalan membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah swt.
Di dalam salah satu karyanya yang bernama Sabilu Iddikar, Habib Abdullah menjelaskan tentang kehidupan manusia sejak dalam rahim, di dunia, di alam mahsyar, sampai pada kehidupan yang abadi, disertai dengan ayat-ayat al-Qur`an dan hadits-hadits yang tersusun rapi dengan uraian yang mengesankan.
Dalam kitabnya Risalatul Mu`awanah, Habib Abdullah menegaskan pesannya kepada ummat Islam untuk berpegang teguh pada al-Qur`an dan al-Hadits, termasuk di dalamnya kehidupan tasawwuf yang tidak boleh lepas dari al-Qur`an dan al-Hadits, serta menghindari sesuatu yang menyimpang dari al-Qur`an dan al-Hadits.
Sedangkan dalam al-Mukatabat, beliau berpesan, seorang sufi harus menyaring dan menjernihkan segala perbuatan, ucapan, dan semua niat serta perilaku dari berbagai kotoran berupa riya`, dan segala sesuatu yang tidak disukai Allah swt. Selain itu manusia harus menghadap Allah secara terus-menerus secara lahir maupun batin dengan mengerjakan semua ketaatan hanya kepada Allah dan berpaling dari segala sesuatu selain Allah Yang Maha Esa.
Dalam al-Fushulul Ilmiyyah, Habib Abdullah menguraikan intinya adalah memurnikan tauhid (akidah) dari sumber-sumber syirik, kemudian menumbuhkan akhlak terpuji seperti zuhud, ikhlas, dan berperasangka baik terhadap kaum muslimin serta menghilangkan segala sifat buruk seperti cinta dunia, riya`, dan angkuh. Kemudian melaksanakan amal shalih yang nyata dan menjauhi perbuatan buruk. Mencari nafkah dengan baik melalui jalan wara` (menjauhkan diri dari segala sesuatu yang haram, dosa dan maksiat) dan qana`ah (mensyukuri sesuatu yang telah diusahakannya
Ratib al-Haddad
Selain karya tulis, beliau juga meninggalkan banyak doa-doa serta dzkir-dzikir susunannya. Diantara doa dan dzikir-dzikir yang beliau susun, ratib al-Haddad inilah yang paling masyhur di kalangan ummat Islam, khususnya di Indonesia.
Ratib ini beliau susun pada salah satu malam di bulan Ramadhan tahun 1071 H.
Ratib ini disusun untuk memenuhi permintaan salah seorang murid beliau yang bernama `Amir dari keluarga Bani Sa`ad yang tinggal di kota Syibam (salah satu kota di propinsi Hadhramaut). Tujuan `Amir meminta Habib Abdullah untuk menyusun ratib ini adalah, agar diadakan suatu wirid dan dzikir di kampungnya, agar mereka dapat mempertahankan dan menyelamatkan diri dari ajaran sesat yang ketika itu sedang melanda Hadhramaut.
Mulanya, ratib ini hanya dibaca di kampung `Amir sendiri, yaitu kota Syibam setelah mendapat izin dan ijazah dari al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad. kemudian, ratib ini pun mulai dibaca di masjid al-Hawi miik beliau yang terletak di kota Tarim.
Pada kebiasaannya, ratib ini dibaca secara berjamaah setelah shalat Isya`, dan pada bulan Ramadhan, ratib ini dibaca sebelum shalat Isya` untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan shalat Tarawih, dan ini adalah waktu yang telah ditartibkan al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad untuk kawasan-kawasan yang mengamalkan ratib ini. Dengan izin Allah, kawasan-kawasan yang mengamalkan ratib ini pun selamat dan tidak terpengaruh dari ajaran sesat tersebut.
Setelah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad berangkat menunaikan ibadah haji, ratib al-Haddad pun mulai dibaca di Mekkah dan Madinah. al-Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi berkata, “Barangsiapa yang membaca ratib al-Haddad dengan penuh keyakinan dan keikhlasan, niscaya akan mendapat sesuatu yang diluar dugaannya.”
Ketahuilah bahwa setiap ayat, doa, dan nama Allah yang disebutkan dalam ratib ini dipetik dari al-Qur`an dan Hadits Nabi saw. Bilangan bacaan disetiap doa dibuat sebanyak tiga kali, karena itu adalah bilangan ganjil (witir). Semua ini berdasarkan petunjuk al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad sendiri. Beliau menyusun dzikir-dzikir yang pendek dan dibaca berulang kali, agar memudahkan pembacanya. Dzikir yang pendek ini jika selalu dibaca secara istiqamah, maka lebih utama dari pada dzikir yang panjang namun tidak dibaca secara istiqamah.
Demikianlah Habib Abdullah menghabiskan umurnya. Beliau menuntut ilmu dan mengajar, berda`wah dan mencontohkan, sampai akhirnya pada selasa sore, 7 Dzulqa`dah 1132 H, kembali menghadap Yang Kuasa, meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia. Di kota itu pula, di pemakaman Zanbal beliau dimakamkan. Semoga Allah SWT memberi-Nya kedudukan yang mulia disisi-Nya dan memberi kita manfaat yang banyak dari ilmu-ilmunya.

HABIB UMAR BIN ABDURRAHMAN AL-ATTAS



Nama beliau adalah Umar bin Abdurrahman bin Agil bin Salim bin Ubaidullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Syeikh al Ghauts Abdurrahman as-Seggaf bin Muhammad Maulah Dawilah bin Ali bin Alawi al Ghoyur bin Sayyidina al Faqih al Muqaddam Muhammad bin Ali binl Imam Muhammad Shahib Mirbath bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah bin Imam al Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad an Naqib binl Imam Ali al Uraidhi bin Jaafar as Shadiq binl Imam Muhammad al Baqir binl Imam Ali Zainal Abidin binl Imam Hussein as Sibith binl Imam Ali bin Abi Thalib dan binl Batul Fatimah az-Zahra binti Rasullullah S.A.W.

Kelahiran 
Beliau dilahirkan di desa Lisk dekat dengan desa Ainat, di bahagian bawah negeri Hadhramaut, di akhir abad ke-10, tepatnya pada tahun 992H. Sejak kecilnya beliau diasuh dan dididik oleh ayah beliau sendiri, al-Habib Abdul Rahman bin Aqil.(Ibunya bernama syarifah Muznah binti Muhammad Al jufri).Meskipun mata beliau buta sejak kecil, tetapi Allah memberinya kecerdasan otak dan pandangan hati ( Bashirah ), sehingga beliau mudah menghafal apa saja yang pernah didengarnya.

Karamah dan Kewalian
Habib Umar bin abdurrahman Al athos sudah nampak sejak beliau dalam kandungan ibunya ,janin tersebut bersin dan tentu ini adalah sesuatu ilmu di luar kebiasaan manusia pada umumnya dan hingga beliau mendapat gelar “Al athos (orang yang bersin ).


Sejak kecil beliau sudah mengalami kebutaan namun tidak mengurangi semangat beliau dalam menuntut ilmu. Beliau belajar dari ayahnya dan ulama-ulama setempat lainnya seperti Syeikh Umar bin Isa,Syeikh Abu Bakar bin Salim dan Habib Husein bin Sheikh Abubakar bin Salim.beliu juga membuka taklim dengan mengajarkan ilmu agama.

Dakwahnya pun menyebar ke segenap penjuru Hadramaut. Belakangan ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom anak yatim piatu, janda, dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang tidur.Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karamahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negari Cina. Suatu hari, salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina. Di sana ia bertemu seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.”Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah berjumpa?” tanyanya.”Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas, adalah guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami dan ia sangat terkenal di negeri ini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, namun Habib Umar telah berdakwah sampai ke sana.Syeikh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, ”Satu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan baik. Karena itu beliau pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah biji tasbih itu menjadi ular. Barulah mereka sadar dan mohon maaf.” Nama Habib Umar tak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberinya judul ‘Azizul Manal wa Fathu Babil Wishal, alias “Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan” – yang di belakang hari sangat terkenal sebagai Ratib Al-Atthas. Habib
Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan di dalam ratib itu.”Melindungi Kota

Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta Pusat), Ratib Al-Aththas lebih tua dibanding Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada 1071 H/1651 M oleh Habib Abdullah Al-Haddad, atau sekitar 350 tahun lalu, sedang Ratib Al-Atthas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak ada dalam Ratib Al-Atthas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun, seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.Ratib Al-Atthas biasa dibaca usai salat Magrib, tapi boleh juga dibaca setiap pagi, siang, atau tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau secara berjemaah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Atthas atau Ratib Al-Haddad setiap malam, Allah SWT akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita, menganugerahkan kesehatan, dan mengucurkan rezeki-Nya kepada segenap penduduk.Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, ratib tersebut bisa dibaca tujuh hingga 41 kali berturut-turut. Pendapat ini mengacu pada beberapa hadis Rasulullah SAW tentang manfaat istigfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam ratib-ratib tersebut antara lain terdapat selawat, tahlil, tasbih, tahmid, dan istigfar.Begitu hebat fadilah atau keutamaan ratib-ratib itu, hingga Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Muhsin bin Husein Al-Atthas menyatakan bahwa mereka yang mengamalkan ratib tersebut tidak akan terluka jika pada suatu hari terpatuk ular. “Orang yang biasa mengamalkan ratib-ratib itu tidak akan merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti,” katanya. Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas. Tergambar ketika suatu hari seorang ulama, Syeikh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Masjidilharam, Habib Muhammad bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad pun menundukan kepala sejenak, lalu katanya, ”Layaklah setiap orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini tidak ada orang lebih utama daripada beliau.”

Wafatnya Habib Umar bin Abdurrahman Al Attas
Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas wafat pada 23 Rabiulakhir 1072 H/1652 M, dan jenazahnya dimakamkan di Desa Nafhun dekat Huraidhoh Hadramaut Yaman.

* Rotib Al-Attas adalah susunan dzikir yang disusun oleh Habib Umar bin Abdurrahman Alattas. yang selalu di baca baik itu di majlis-majlis ta’lim maupun di amalkan secara individu.