mandapa za

mandapa za

Rabu, 15 Januari 2014

PERJUMPAAN RASULULLAH SAW. DENGAN PARA RAHIB (PENDETA)

Tatkala usia beliau Saw. 12 tahun, Sayyid Abu Thalib berencana untuk bepergian ke Syam bersama dengan rombongan pedagang Quraisy sebagaimana yang biasa mereka lakukan. Maka Sayyid Abu Thalib menitipkan beliau Saw. pada para pamannya yang lain agar diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Namun beliau Saw. memohon kepada Sayyid Abu Thalib untuk mengajaknya dalam kepergian tersebut. Karena rasa cinta dan kasih sayangnya, Sayyid Abu Thalib tak tega untuk menolak permohonan beliau Saw. Sehingga rombongan tersebut pun berangkat ke Syam dengan membawa beliau Saw.

Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Madarij ash-Shu’ud Syarh al-Barzanji halaman 29: “Saat usia beliau Saw. 12 tahun, Sayyid Abu Thalib berencana untuk pergi berdagang ke Syam dan meninggalkan beliau Saw. di Makkah. Namun beliau Saw. memegang tangan Sayyid Abu Thalib seraya memohon agar mengajaknya. Karena cinta dan kasih sayangnya, Sayyid Abu Thalib tak tega untuk menolak permohonan beliau Saw. Kemudian Sayyid Abu Thalib pun berangkat bersama rombongannya dengan menaikkan beliau Saw. di atas ontanya.

Dalam perjalanannya mereka melewati suatu perkampungan. Lalu merekapun menuju ke tempat kepala suku perkampungan tersebut untuk beristirahat. Dan ternyata dia adalah seorang rahib (pendeta) yang berpegang pada kitab Injil yang masih murni dan ia telah mengetahui dari kitab tersebut tentang tanda-tanda Nabi Akhir Zaman.

Kemudian rahib tersebut melihat beliau Saw. dengan penuh takjub karena adanya tanda-tanda kenabian yang telah ia ketahui ada dalam kepribadian beliau Saw. Dengan seketika rahib tersebut bertanya kepada Sayyid Abu Thalib: “Apa hubungan anak ini dengan Tuan?”

Sayyid Abu Thalib menjawab: “Ia adalah anakku.”

Seketika pula rahib berkata: “Sungguh dia bukanlah anakmu. Tidak mungkin orang tuanya masih hidup.”

Sayyid Abu Thalib kemudian berkata: “Ya benar, kenapa kamu bisa mengatakan begitu?”

Rahib tersebut menjawab: “Karena saya telah mengetahui bahwa tanda-tanda Nabi Akhir Zaman ini sangat jelas ada dalam kepribadiannya, dan beliau adalah anak yatim. Tolong jagalah anak ini dari orang-orang Yahudi. Karena kebanyakan dari mereka ingin mencelakainya.”

Setelah cukup beristirahat, rombongan tersebut meneruskan perjalanannya. Beberapa lama kemudian mereka melewati suatu perkampungan yang pemimpinnya juga seorang rahib. Setelah rahib tersebut melihat beliau Saw., maka rahib itupun berkata sebagaimana yang dikatakan oleh rahib yang sebelumnya. Dan berwasiat kepada Sayyid Abu Thalib agar menjaga dan melindunginya dari orang-orang Yahudi. Kemudian Sayyid Abu Thalib berkata kepada beliau Saw.: “Wahai anak saudaraku, apakah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh rahib-rahib itu?”

Dengan keyakinan dalam kepribadian beliau Saw. yang sangat memuncak bahwa segala sesuatu yang telah dikehendaki Allah Swt. pasti akan terjadi. Maka seketika itu beliau Saw. menjawab: “Wahai pamanku, janganlah engkau khawatir dan cemas. Pasrahkan saja diriku kepada kehendak Allah Swt.”

Tak lama kemudian rombongan tersebut meneruskan perjalanannya ke Syam. Sesampainya mereka di kota Bashrah mereka singgah di suatu tempat yang di situ ada seorang rahib Bukhaira yang aslinya bernama Jirjis yang terkenal di daerah tersebut akan ketinggian ilmunya dan kearifannya. Yang mana sebelumnya dia adalah kepala pendeta Yahudi yang senantiasa mencari kebenaran. Setelah ia menemukan kitab Injil yang masih murni, diapun mempelajari dan mendalaminya di bawah bimbingan para pendeta Nasrani yang masih berpegangan pada ajaran-ajaran Nabi Isa As. Lalu dia pun masuk agama Nasrani dan meninggalkan agama Yahudi.

Dan dari kitab Taurat dan Injil dia telah mengetahui ciri-ciri Nabi Akhir Zaman yang sangat agung di sisi Allah Swt. Pada saat datangnya rombongan Quraisy, pendeta Bukhaira tersebut melihat diantara mereka ada seorang anak kecil yang sangat tampan dan anggun, yang selalu dinaungi oleh mega. Dengan penuh takjub diapun terus mengawasi dan memperhatikannya. Kemudian rahib memanggil mereka untuk makan di tempatnya. Rombongan Quraisy merasa heran atas perilaku rahib yang tidak seperti biasanya. Karena sudah sering mereka melewati tempat tersebut, namun tidak pernah dipanggil makan olehnya.

Sesampainya mereka di persinggahan, rahib itupun mendekati beliau Saw. Sembari memegang tangan beliau Saw., rahib itu pun bertanya tentang kepribadiannya. Lalu beliau Saw. menjawab dengan jawaban yang sesuai dengan apa yang diketahui rahib dalam kitab Taurat dan Injil. Lalu rahib bertanya kepada Sayyid Abu Thalib: “Apa hubungan anak ini dengan Tuan?”

Sayyid Abu Thalib menjawab: “Ia adalah anakku.”

Seketia rahib itu berkata: “Sungguh dia bukanlah anakmu.”

Lalu Sayyid Abu Thalib berkata: “Sesungguhnya dia adalah anak saudaraku.”

Rahib itu lalu bertanya: “Bagaimanakah keadaan ayahandanya?”

Sayyid Abu Thalib pun menjawab: “Sesungguhnya ayahandanya telah meninggal pada saat ia masih dalam kandungan.”

Rahib bertanya lagi: “Bagaimana keadaan ibundanya?”

Sayyid Abu Thalib lalu menjawab: “Sesungguhnya ibundanya telah meninggal saat ia masih kecil.”

Rahib itu pun berkata: “Betul, betul apa yang Tuan katakana.”

Kemudian rahib itu membuka baju beliau Saw. dan melihat khatam an-nubuwwah (tanda kenabian) yang sangat akurat sesuai dengan apa yang diketahuinya dalam kitab Taurat dan Injil, yaitu berupa daging tembus pandang dan bercahaya hijau kemerahan, kurang lebih sebesar telur burung dara, tertulis di dalamnya:

ألله وحده لا شريك له

“Allah Maha Esa, tiada sekutu bagiNya.”

Dan tertulis di luarnya:

توجه حيث شئت فإنك منصور

“Pergilah ke mana saja yang engkau inginkan, pasti akan kau dapatkan kemenangan.”

dengan seketika sang rahib pun menciumi tanda kenabian tersebut dengan penuh perasaan keberuntungan dan kebahagiaan seraya berkata: “Sungguh, anak inilah yang akan menjadi nabi dan rasul akhir zaman, sebagai junjungan seluruh alam, kekasih Allah Swt. yang sangat mulia, pembawa rahmat (kebahagiaan bagi alam semesta).”

Kemudian rahib tersebut memohon dengan sangat kepada Sayyid Abu Thalib untuk membawa beliau Saw. pulang ke Makkah. Karena rahib tersebut telah mengetahui bahwa di negara Syam banyak orang-orang Yahudi yang ingin mencelakakannya, walaupun rahib itu sudah sangat yakin bahwa beliau Saw tidak akan bisa terbunuh namun dia mengkhawatirkan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkannya.

Dengan rasa belas kasih dan sayang serta cintanya Sayyid Abu Thalib kepada beliau Saw., maka langsung saja ia memutuskan untuk kembali ke Makkah. Sesampainya di Makkah, beliau Saw. selalu didampingi Sayyid Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar