mandapa za

mandapa za

Rabu, 01 Januari 2014

SYAIKH MUHAMMAD MUTAWALLY ASY-SYA'RAWI






Beliau dikenal dengan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-Quran dan memfokuskannya atas titik-titik keimanan dalam menafsirkannya. Hal itulah yang menjadikannya dekat di hati manusia, terkhusus metodenya sangat sesuai bagi seluruh kalangan dan kebudayaan sehingga beliau dianggap memiliki kepribadian Muslim yang lebih mencintai dan menghormati Mesir dan dunia Arab. Oleh karena itu beliau diberi gelar Imam ad-Du’at(Pemimpin Para Da’i).

Daftar Isi:
1.      Kelahiran Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
2.      Pengembaraan Mencari Ilmu Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
3.      Kepribadian Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
4.      Keluarga Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
5.      Karya-karya Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
6.      Kewafatan Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
7.      Kalam Mutiara Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

1.      Kelahiran Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Asy-Syaikh al-Imam Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi lahir pada 16 April 1911 M di Desa Daqadus, Distrik Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Di usia yang masih dini, 11 tahun, ia sudah hafal al-Quran.

Sejak kecil selalu dipanggil oleh kedua orangtuanya dengan panggilan “Syaikh al-Amin” (yang amanah). Tidak ada keterangan tentang hal ini, namun boleh jadi karena kecerdasan dan kepolosannya kepada orangtuanya.

2.      Pengembaraan Mencari Ilmu Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh asy-Sya’rawi semasa kecilnya belajar di Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar, Zaqaziq. Kecerdasannya telah tampak semenjak kecil dalam menghafal syair dan peribahasa Arab. Beliau berhasil meraih ijazah Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar pada tahun 1923. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah di tempat yang sama hingga bertambahlah minatnya dalam syair dan sastra.

Ia mendapatkan tempat khusus di antara rekan-rekannya, hingga terpilih sebagai ketua persatuan mahasiswa dan menjadi ketua perkumpulan sastrawan di Zaqaziq. Diantara rekan-rekan beliau adalah:
1.      Dr. Muhammad Abdul Mun’im Khafaji (Penyair Thahir Abu Fasya)
2.      Prof. Khalid Muhammad Khalid
3.      Dr. Ahmad Haikal 
4.      Dr. Hassan Gad.

Mereka semua adalah guru sekaligus rekan sesama kaum muda yang gandrung dengan sastra Arab. Mereka memperlihatkan kepadanya apa yang mereka tulis. Hal itulah yang menjadi titik perubahan kehidupan Syaikh asy-Sya’rawi.

Ketika orangtuanya ingin mendaftarkan dirinya ke al-Azhar, Kairo, ia ingin tinggal dengan saudara-saudaranya di Zaqaziq demi untuk menekuni dunia tani, sebagaimana keluarga besarnya yang hidup sebagai petani desa. Namun mereka tetap mendesak beliau untuk ke Kairo agardapat mengeruk ilmu sebanyak-banyaknya dan mengamalkannya sekembalinya ke kampung halaman. Akhirnya tak ada hal yang patut dilakukannya kecuali patuh kepada orangtua dan mewujudkan keinginan mereka. Maka ia pun akhirnya terdaftar di Fakultas Bahasa Arab tahun 1937 M.

Syaikh asy-Sya’rawi tamat dari al-Azhar tahun 1940 M dengan gelar S1. Lalu beliau mendapat izin mengajar pada tahun 1943 M setelah menyelesaikan pendidikan Master of Art. Ia ditugasi mengajar di Thanta, Zaqaziq, dan selanjutnya di Iskandaria.

Setelah masa pengalaman yang panjang di negerinya, Syaikh asy-Sya’râwi pindah ke Arab Saudi pada tahun 1950 M, untuk menjadi dosen syari’ah di Universitas Ummu al-Qurra.Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke kampung halamannya.

Di Kairo, ia diangkat sebagai direktur di kantor Syaikh al-Azhar Syaikh Husain Ma’mun, kemudian menjadi duta al-Azhar di Aljazair dan menetap selama tujuh tahun di sana. Setelah itu ia kembali lagi ke Kairo, ditugasi sebagai kepala Departemen Agama Provinsi Gharbiyah dan utusan khusus al-Azhar untuk mengajar di Universitas King Abdul Aziz, Arab Saudi.

Pada bulan November 1976 M, Perdana Menteri Mesir, Mamduh Salim, memilihnya untuk memimpin Departemen Urusan Wakaf dan Urusan al-Azhar. Perannya bagi al-Azhar dan pemerintahan Mesir sungguh luar biasa. Ia seorang ahli agama yang juga sangat handal dalam tata administrasi pemerintahan.

Sekalipun menduduki kedudukan elite dan termasyhur, sikap wara’ dan tawadhunya tidak luntur. Ia juga seorang yang amat pemurah dan menafkahkan gaji yang diperolehnya bagi para pelajar, mahasiswa, hafidz al-Quran dan orang-orang miskin. Bahkan, royalti atas karya-karyanya banyak digunakannya untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti membangun sekolah, masjid, memberikan santunan dan sebagainya.

Selain berpengetahuan luas, asy-Sya’rawi juga amat menguasai bahasa dialektika. Kedua kemampuan ini menjadikannya ulama dan muballigh yang handal.

3.      Kepribadian Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh Asy-Sya’râwi juga amat cinta kepada keturunan Rasulullah Saw. Ia sering berkunjung ke kawasan al-Husain (sebuah wilayah yang banyak didiami dzurriyyah Rasul), rutin berziarah ke makam Sayyidah Nafisah, dan menghadiri majelis Maulid di halaman Masjid al-Husain.

Suatu ketika, dalam sebuah diskusi keagamaan, ia pernah ditanya: “Bagaimana pendapat Tuan tentang ziarah ahlul bait dan para wali yang merupakan kebiasaan orang-orang Mesir khususnya orang-orang dari dusun yang bertabarruk kepada mereka?”

Seraya meletakkan tangannya di dada seolah-olah berbicara tentang dirinya, ia menjawab: “Kami besar sebagai orang dusun. Selama hidup, kami tinggal di lingkungan ahlul bait dan para wali. Orangtua-orangtua kami, datuk-datuk kami, ibu-ibu kami dan saudara-saudara kami semuanya tinggal di serambi para wali. Kami tidak melihat kebaikan kecuali dari mereka. Kami tidak mengetahui ilmu kecuali di tempat-tempat mereka. Kami juga tidak mengenal keberkahan kecuali dengan mencintai mereka.

Kami mencintai mereka karena mereka berhubungan dengan Allah. Kebaikan datang kepada kami dari orang-orang yang sangat kami yakini bahwa mereka berhubungan dengan Allah. Mereka tidak dikenal kecuali oleh orang-orang yang jiwanya menerima manhaj (syari’at) Allah.

Bagaimana mungkin mereka membolehkan berziarah ke kuburan orang-orang Muslim awam tetapi mengharamkan menziarahi mereka yang dikenal sebagai orang shalih! Ziarah kubur itu diperintahkan. Jika hal itu telah dilakukan untuk orang-orang Muslim awam, apakah orang-orang yang telah dikenal atau orang yang baik dikecualikan dari hal itu, lalu diharamkan menziarahi kuburnya karena ia orang baik? Pendapat ini sungguh tidak masuk akal! Anggap sajalah itu seperti kubur-kubur yang lain dan berdzikirlah kepada Allah di tempatnya.

Kita tidak menentang ziarah. Yang kita tentang adalah hal-hal yang tidak benar yang terjadi di dalamnya. Orang-orang yang meminta sesuatu dari mereka dapat kita katakan berbuat syirik. Tetapi jika ia meminta kepada Allah di makam-makam mereka, apa yang harus dilarang?

Demi Allah, seandainya dalam berziarah itu tidak ada hal lain yang didapatkan selain sekadar pertemuan dengan orang-orang yang tunduk di hadapan Allah, itu sudah cukup bagi saya. Seandainya tidak ada yang saya dapatkan di sana selain bertemu orang-orang yang menggunakan dirinya kembali kepada Allah, itu sudah cukup. Saya akan pergi untuk bertemu orang-orang yang meninggalkan dunia dan makan sekali saja dalam sehari.

Orang-orang yang menziarahi Imam Husain, Sayyidah Nafisah, Sayyid Ahmad al-Badawi atau Syaikh Ibrahim ad-Dasuqi, akan malu melakukan maksiat setelah itu. Mungkin juga perasaan malu itu akan terus menyertainya sepanjang hayatnya.”

Setiap hari Jum’at selama 20 tahun di Masjid Arba’in di kampung kelahirannya dan beberapa masjid di Kairo, ia mengisi sebuah majelis bertajuk “Khawathir Sya’rawi”. Ia berceramah dan mengisi pengajian tafsir al-Quran. Kemampuan orasinya mampu memikat pendengarnya yang terdiri dari kalangan masyarakat biasa. Sungguh pun begitu, para pendengar dari kumpulan kaum intelektual sekuler, seperti Syaikh al-Qimani, senantiasa memperhatikan ceramahnya.

Selepas meninggalkan jabatannya dalam kementerian, ia berkhidmat sebagai ulama al-Azhar. Namun dalam penampilan berpakaian, ia enggan memakai pakaian resmi para ulama al-Azhar dan hanya memakai kopiah dan jubahnya.

4.      Keluarga Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Setelah menikah, Syaikh asy-Sya’rawi dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri: Sami, Abdul Rahim, Ahmad, Fathimah dan Shalihah. Baginya, faktor utama keberhasilan pernikahannya adalah ikhtiar dan kerelaan antara suami dan istri.

Mengenai pendidikan anaknya, ia berkata: “Yang terpenting dalam mendidik anak adalah suri teladan. Seandainya didapatkan suri teladan yang baik, seorang anak akan menjadikannya sebagai contoh. Maka seorang anak harus dicermati dengan baik, dan di sana terdapat perbedaan antara mengajari anak dan mendidiknya.

Seorang anak, jika tidak bergerak kemampuannya dan bersiap untuk menerima dan menampung sesuatu di sekitarnya, artinya, apabila tidak siap telinganya untuk mendengar, kedua matanya untuk melihat, hidungnya untuk mencium, dan ujung-ujung jarinya untuk menyentuh, kita wajib menjaga seluruh kemampuannya dengan tingkah laku kita yang mendidik bersamanya dan di depannya. Oleh karena itu, kita harus menjaga telinganya dari setiap perkataan yang jelek, dan menjaga matanya dari setiap pemandangan yang merusak.

Kita harus mendidik anak-anak kita dengan pendidikan Islami. Apabila anak melihat kita dan kita mengerjakan yang demikian itu, dia akan mengikutinya, juga yang lainnya. Tapi jika anak itu tidak mengambil pelajaran dalam hal ini, tindakan lebih penting daripada omongan belaka.”

5.      Karya-karya Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi adalah salah satu ulama terkemuka masa kini. Ia memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan masalah agama dengan mudah dan sederhana dalam karya-karyanya. Karya-karyanya begitu familiar di tengah-tengah masyarakat muslim, baik karya asli maupun terjemahan.

Ia juga memiliki usaha yang luar biasa besar dan mulia dalam bidang dakwah Islam. Lisannya yang fasih dan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-Quran mudah dicerna oleh berbagai lapisan masyarakat Muslim, baik di Mesir, tempat kelahirannya, maupun di berbagai penjuru dunia, sehingga ia diberi gelar Imam ad-Du’at (Imam para Da’i) oleh rekan sejawat sesama ulama di Mesir.

Sebagai seorang ulama yang juga cendekiawan, ia tak hanya fokus dengan dakwah billisan. Ketertarikannya dalam dunia tulis-menulis turut memasyhurkan namanya sebagai ulama penulis handal dan produktif. Beliau juga dijuluki “Mujaddid Abad 20” oleh sebagaian pecinta beliau. Di tengah-tengah kesibukannya dalam aktivitas kepemerintahan dan akademi, Syaikh asy-Sya’rawi masih sempat menelurkan banyak karya diantaranya:

1.      Al-Isra’ wa al-Mi’raj (Peristiwa Isra dan Mi’raj).
2.      Asrar Bismillahirrahmanirrahim (Rahasia di balik kalimat Bismillahirrahmanirrahim).
3.      Al-Islam wa al-Fikr al-Mu’ashir (Islam dan Pemikiran Modern).
4.      Al-Islam wa al-Mar’ah: ‘Aqidah wa Manhaj ( Islam dan Perempuan, Akidah dan Metode).
5.      Asy-Syura wa at-Tasyri’ fi al-Islam (Musyawarah dan Pensyariatan dalam Islam).
6.      Ash-Shalah wa Arkan al-Islam (Shalat dan Rukun-rukun Islam).
7.      Ath-Thariq ila Allah (Jalan Menuju Allah).
8.      Al-Fatawa (Fatwa-fatwa).
9.      Labbayk Allahumma Labbayka (Ya Allah Kami Memenuhi PanggilanMu).
10.  Mi-ah Su-al wa Jawab fi al-Fiqh al-Islam (100 Soal Jawab Fiqih Islam).
11.  Al-Mar’ah Kama Aradaha Allah (Perempuan Sebagaimana yang Diinginkan Allah).
12.  Mu’jizah al-Qur’an Min Faydhi al-Qur’an (Kemukjizatan Al-Quran Diantara Limpahan Hikmah Al-Quran).
13.  Nadzarat al-Qur’an (Pandangan-pandangan Al-Quran).
14.  ‘Ala Ma-idah al-Fikr al-Islamiy (Di Atas Hidangan Pemikiran Islam).
15.  Al-Qadha wa al-Qadar (Qadha dan Qadar).
16.  Hadza Huwa al-Islam (Inilah Islam).
17.  Al-Muntakhab fi Tafsir al-Qur’an al-Karim (Pilihan dari Tafsir Al-Quran Al-Karim).
18.  Al-Hayah wa al-Maut (Hidup dan Mati).
19.  At-Taubah (Taubat).
20.  Adz-Dzalim wa adz-Dzalimun (Dzalim dan Orang-orang yang Dzalim).
21.  Sirah an-Nabawiyyah (Sejarah Kenabian).

Karya-karya beliau dapat dipahami sebagai wujud perpaduan keindahan dan penguasaan sastrawi, fiqh, aqidah, tafsir, hingga permasalahan kontemporer kehidupan Muslimin. Para ulama Mesir mengakui kepiawaiannya di bidang tafsir dan fiqh perbandingan madzhab. Ia juga amat menguasai bahasa dialektika, sehingga Syaikh Ahmad Bahjat dan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan Syaikh asy-Sya’rawi sebagai seorang ahli tafsir kontemporer yang dapat menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan uslub (metode) yang mudah dipahami orang umum.Bahasanya lugas dan mudah, tapi mendalam.

Al-Qaradhawi, muridnya saat belajar di al-Azhar Thantha, memuji gurunya ini sebagai tokoh yang rendah hati dan luas pemikirannya dalam berbeda pendapat. Sementara Syaikh Umar Hasyim, salah satu petinggi al-Azhar, menganggapnya sebagai tokoh yang pantas disebut sebagai salah seorang mujaddid (pembaharu) abad ke-20.

6.      Kewafatan Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Tiga bulan sebelum wafatnya, saat peresmian sebuah masjid di kampungnya, ia berkata:“Semua harta adalah milik Allah Ta’ala, dan setiap apa yang telah diberikan oleh Allah kepadaku akan aku nafkahkan pada jalan Allah. Sesungguhnya aku tidak memiliki apa-apa. Harta dan diriku hanya untuk Allah. Seandainya setiap orang merasa bertanggung jawab pada kampung dan bandar tempat kelahirannya, niscaya tempat itu lebih indah daripada bandar-bandar besar di seluruh dunia. Aku ingin tanah tempat kelahiranku ini yang menimbun jasadku nanti.”

Kerajaan Saudi pernah menawarkan kepadanya tanah pekuburan di Baqi’. Tawaran itu adalah tawaran terhormat bagi seorang ulama Mesir yang banyak jasanya bagi studi Islam di Arab Saudi, yang Wahabi-sentris. Namun, kecintaannya kepada kampung halamannya, Mesir, diungkapkannya: “Tanah kelahiranku lebih layak menerima jasadku hingga ia dapat memelukku ketika aku mati sebagaimana aku memeluknya dan memeliharanya ketika hayatku.”

Pada pagi Rabu 17 Juni 1998 M/22 Shafar 1419 H, Syaikh asy-Sya’rawi kembali ke haribaan Ilahi, dalam usia 87 tahun. Saat pemakamannya, ratusan ribu orang memadati kuburnya di Kampung Daqadus, sebagai penghormatan terakhir bagi ‘allamah besar ini.

7.      Kalam Mutiara Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Diantara kalam mutiara nasehat beliau yang berbentuk syair adalah:

(من أقوال الشيخ محمد متولي الشعراوي)

إن كنت لا تعرف عنوان رزقك# فإن رزقك يعرف عنوانك.

“Jika kamu tidak tahu alamat tempat rizqimu, maka ketahuilah rizqimu tahu alamat tempatmu.”

إذا أهمّك أمر غيرك فاعلم بأنّك ذوطبعٍ أصيل # وإذا رأيت في غيرك جمالاً فاعلم بأنّ داخلك جميل

Jika engkau mementingkan urusan orang lain, ketahuilah bahwa kamu punya karakter yang baik. Jika engkau melihat orang lain baik, maka ketahuilah bahwa batinmu juga baik.”

من ابتغى صديقا بلا عيب عاش وحيدا # من ابتغى زوجةً بلا نقص عاش أعزبا

Siapa yang ingin mencari teman yang sempurna (tanpa aib), maka hidupnya akan sendirian (karena tiada teman yang sempurna)Siapa yang ingin mencari istri yang sempurna (tanpa kekurangan), maka hidupnya akan jomblo (karena tiada istri yang tanpa kekurangan).”

من ابتغى حبيبا بدون مشاكل عاش باحثا # من ابتغى قريباً كاملاً عاش ناقصا

Siapa yang ingin mencari kekasih tanpa rintangan, maka hidupnya akan dilewati dengan mencari saja (tak akan pernah ketemu). Siapa yang ingin mencari kerabat yang sempurna, ia akan hidup dalam kekurangan.”

إذا أخذ الله منك مالم تتوقع ضياعه # فسوف يعطيك مالم تتوقع تملكه.

“Jika Allah mengambil sesuatu darimu yang tak kau sangka, maka kelak Allah akan memberimu sesuatu yang tak kau sangka kau miliki.”

Wallahu al-Musta’an A’lam. Lahu al-Fatihah…
Referensi:
·         Al-Imam Muhammad Mutawallî asy-Sya'râwî: Musyâhadat an-Nuskhat Kamilatan.
·         Al-Imam asy-Sya’rawi wa Haqa-iq al-Islam karya Ma’mun Gharib, 1987.
·         Al-Muntadayâtu al-Islâmiyyat fî Rihâbi al-Islâmi.
·         An-Nur al-Abhar fi Thabaqat Syuyukh al-Jami' al-Azhar karya Muhyiddin at-Tu’mi, 1992.
·         Asy-Syaikh asy-Sya’rawi min al-Qaryah ila al-‘Alamiyyah karya Muhammad Mahgub Hassan, 1990.
·         Asy-Syaikh al-Imam Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi fi al-Hukm wa as-Siyasahkarya Abu al-Hassan Abd al-Raziq, 1990.
·         Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Hayati min Daqadus ila al-Wizarakarya Muhammad Safwat al-Amin, 1992.
·         Muntadayâtu Syabâbi Mishra.
·         Muntadâ Qashash al-Anbiyâ’ wa al-Mursalîn.

Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 01 Januari 2014
______________________________
Allahumma sholli wasallim wabarik ‘ala Sayyidina Muhammadin wa’ala Aalihi wa Shahbihi ajma’in. Silakan halal dicopas maupun dishare semua dan selamanya, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar