Diriwayatkan dalam kitab as-Sirah an-Nabawiyyah juz 1 halaman 87: “Sesungguhnya Sayyid Abu Thalib mempunyai kepribadian yang sangat mulia sebagaimana ayahandanya. Beliau sangat memegang teguh ajaran Nabi Ibrahim As. Sehingga beliau tidak terpengaruh oleh adat-adat dan budaya jahiliyyah, seperti menyembah patung, minum arak, zina dan lain sebagainya.”
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Madarij ash-Shu’ud halaman 28: “Setelah meninggalnya Sayyid Abdul Muthallib, maka secara langsung Sayyid Abu Thalib melaksanakan wasiat ayahandanya untuk mengasuh Nabi Saw. dengan penuh kasih sayang dan rasa cinta yang memuncak. Bahkan Sayyid Abu Thalib siap untuk mempertaruhkan jiwa dan raganya demi untuk merawat dan melindungi beliau Saw. dari segala sesuatu yang bisa membahayakannya.
Cinta Sayyid Abu Thalib kepada Nabi Saw. melebihi cintanya kepada anak kandungnya sendiri. Bahkan tidaklah ia makan bersama dengan putra-putranya kecuali mendahulukan Nabi Saw. dengan memilihkan makanan yang terbaik untuknya. Ke manapun Sayyid Abu Thalib pergi, beliau Saw. selalu dibawanya hingga pada saat tidur pun Sayyid Abu Thalib menemaninya.”
Diriwayatkan dalam kitab as-Sirah an-Nabawiyyah juz 1 halaman 88: “Setiap Nabi Saw. bangun tidur, terlihat pada dirinya keutamaan-keutamaan yang sangat nampak tidak seperti manusia umumnya. Sesungguhnya beliau Saw. setiap bangun dari tidur terlihat cahaya yang anggun keluar dari dirinya, rambutnya telah tersisir dengan rapi, terbasahi dengan minyak, dan terlihat sepertinya telah memakai celak mata, bau harum semerbak keluar dari dirinya, dan kelihatan segar bersih seperti orang baru mandi. Dan hal itu, semata-mata adalah anugerah dari Allah Swt. demi untuk memuliakan beliau Saw.
Pengasuh beliau Saw. yang bernama Ummu Aiman pernah berkata: “Sesungguhnya beliau Saw. tidak pernah mengeluh lapar atau haus. Bahkan aku sering mempersilakan beliau Saw. untuk makan, namun beliau Saw. menjawab: “Aku masih kenyang”, sebagaimana yang pernah disabdakan sendiri oleh Nabi Saw.: “Sesungguhnya seringkali Allah Swt. menganugerahkan kepadaku rasa kenyang dan segar meskipun aku belum makan atau minum.”
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi dalam kitab maulidnya Simthu ad-Durar berkata tentang keutamaan kepribadian Nabi Saw.:
إنه صلى الله عليه وسلم بشر لا كالبشر
“Sesungguhnya beliau Saw. adalah manusia tetapi bukan seperti manusia biasa.”
Pada suatu saat kota Makkah mengalami kemarau, maka para bangsawan Quraisy dan sebagian penduduk Makkah menghadap Sayyid Abu Thalib, karena beliau dianggap oleh mereka sebagai khalifah atau pengganti Sayyid Abdul Muthallib, agar beliau beristisqa’. Dengan segera Sayyid Abu Thalib bangkit menuju Ka’bah yang dimuliakan Allah Swt. dengan membawa beliau Saw.
Sesampainya di Ka’bah, Sayyid Abu Thalib mengangkat beliau Saw. dan menempelkan punggung beliau Saw. ke dinding Ka’bah. Kemudian memohon agar beliau Saw. beristisqa’. Lalu beliau Saw. mengangkat jari telunjuknya ke langit seraya menundukkan kepalanya memohon dan berdoa kepada Allah Swt. agar menurunkan hujan. Dengan seketika, mega-mega terkumpul dari segala penjuru dan turunlah hujan dengan derasnya hingga kota Makkah dan sekitarnya menjadi subur yang sangat luar biasa.
Demikianlah tahun demi tahun berlalu, beliau Saw. hidup bersama dengan Sayyid Abu Thalib dengan dibantu oleh pamandanya yang lain bernama Sayyid Zubair (saudara sekandung Sayyid Abdullah, ayahanda Nabi Saw.), dalam kedamaian dan ketentraman. Tidak ada satupun yang berani mengganggu ataupun mencelakainya.
Diriwayatkan dalam kitab as-Sirah an-Nabawiyyah juz 1 halaman 62: “Pada saat beliau Saw. berusia 10 tahun, kembali dibelah dadanya oleh Malaikat Jibril As. dan Malaikat Mikail As. untuk yang kedua kalinya dengan tanpa rasa cemas ataupun sakit sedikitpun sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnnya.”
Pada halaman 97 disebutkan: “Saat usia menjelang 11 tahun beliau Saw. diajak oleh pamandanya, Sayyid Zubair, bepergian bersama rombongan pedagang penduduk Makkah ke Yaman. Sesampainya mereka di suatu lembah antara Yaman dan Makkah, mereka diserang oleh onta jantan yang liar. Namun tatkala onta tersebut melihat beliau Saw. seketika menghentikan serangannya, bahkan onta tersebut duduk bersimpuh di hadapan beliau Saw. Kemudian beliau Saw. turun dari ontanya dan menaiki onta liar tersebut sampai melewati lembah. Lantas beliau Saw. turun dan membiarkan onta liar tersebut pergi dan beliau Saw. pun meneruskan perjalanannya ke negara Yaman.
Dan sepulangnya mereka dari Yaman, mereka melewati suatu lembah yang penuh dengan air yang mengalir dengan deras sehingga mereka tak mampu untuk menyeberanginya. Kemudian beliau Saw. berkata: “Wahai kaum, ikutilah aku.”
Sesampainya beliau Saw. di tepi sungai tersebut, dengan izin Allah Swt. dan demi kemuliaan beliau Saw. di sisiNya, maka Allah Swt. mengeringkannya sehingga mereka bisa melewatinya dengan selamat.
Sesampainya di Makkah, mereka saling bercerita tentang kejadian-kejadian yang sangat mengagumkan yang mereka alami bersama beliau Saw. tersebut. Para penduduk Makkah saling mengomentari dengan berkata: “Sesungguhnya anak ini mempunyai keistimewaan yang sangat agung.”
Demikianlah Sayyid Abu Thalib, Sayyid Zubair dan paman-paman beliau Saw. lainnya semakin memuncak rasa kagum dan cintanya kepada beliau Saw. Bahkan seluruh penduduk Makkah pun memandang beliau Saw. dengan penuh kekaguman atas akhlak dan budi pekerti beliau Saw. yang sangat luhur serta keistimewaan-keistimewaan yang ada dalam kepribadiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar